Minggu, 24 Februari 2013

RUMAH


Sepeda motor berbelok memasuki jalan beton. Cahaya matahari dengan energinya ironisnya serasa menguras energi dari kepala yang berlindung di bawah helm.

Tak lama berselang, motor berhenti, pengendara dan penumpangnya melepaskan helm dan bernapas cepat, berusaha menstabilkan suhu dalam tubuh.

Cuaca yang panas, tidak mengurungkan niat si pengendara untuk merokok. Dari saku celana, dikeluarkannya sebungkus rokok class mild. Dengan santai, ditariknya sebatang rokok lalu dijepit di antara jari tengah dan jari telunjuk. Menghisap rokok dengan pose duckface, filter rokok terjepit di antara bibir yang dimonyongkan. Jika diberi kesempatan memilih, filter tersebut akan memilih perokok yang lain.

Korek api disisipkan kembali di antara plastik pelindung dengan bungkus rokok. Belum sempat paket rokok dan korek api gas dimasukkan ke dalam saku, temannya yang bukan perokok meminta sebatang.

"Bleh, dulu kamu perokok juga ya?" tanya Dejo si pengendara ingin memastikan
"belum sempat" jawab Bleh sambil membakar rokok
"belum sempat? Maksudnya?" tanya Dejo penasaran
"ceritanya, dulu waktu kelas 3 atau 4 SD, lupa tepatnya kapan, saya dan teman -teman sering urunan duit buat beli rokok.."
"merek white horse!?..." potong Dejo
" benul, dulu harganya 250 rupiah per bungkus. Jatah jajan waktu itu kan 100 rupiah jadinya ga berat kalau mau beli"
"hehehe uang jajan generasi 90an" Dejo menambahkan sambil cengengesan
"haha....dulu duit segitu masih bisa buat beli kolak segelas di kantin"
"lanjut....." Dejo mengembalikan topik pembicaraan.

"sampai di mana ceritanya...?oh ia jadi dulu, kalau mau merokok biar ga ketahuan, biasanya kami pilih lokasi di tepi sungai. Di atas pohon, semak-semak atau kalau lagi malas cari lokasi, ya tinggal nongkrong di bawah jembatan"
"nah.. Pas merokok di bawah jembatan itulah, saya ketahuan. Karena ceroboh, kami merokok di lokasi yang kelihatan jelas dari tempat angkot ngetem"
"sopir angkotnya yang cerita ke bapakmu?"
"hahaha sok tau..." "kebetulan waktu itu ibu turun dari angkot, sepulang dari pasar. Tertangkap basahlah kami"
"langsung diadakan pengadilan di tempat?" tanya Jhon bersemangat
"untungnya tidak, waktu pulang ke rumah baru saya dimarahi bapak"
"sekali lagi bapak lihat kamu merokok, bapak ikat tanganmu kemudian bapak ikat di situ-sambil menunjuk ke langit-langit rumah" Bleh menirukan perkataan bapaknya.
"kata-kata itu terus saya ingat sampai sekarang" Bleh berkata sambil menerawang
"saya dulu juga pernah setakut itu, waktu ketahuan seminggu tidak masuk sekolah" Dejon bersimpati

"tapi setakut apapun, pasti kita akan tetap pulang ke rumah dan menghadapi masalah itu" Bleh berkata bijak
"itulah mengapa rumah menjadi tempat yang selalu nyaman, dan masalah dengan saudara atau orangtua, sebagian besar cepat terselesaikan" Dejo berkata tak kalah bijaknya.

Rumah adalah tempat pertama yang mengajarkan bahwa masalah harus dihadapi. Sadar atau tidak sadar, itulah yang terjadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FOLLOWER

READ MORE