Minggu, 20 April 2014

MENGIKUTI JEJAK SEMUT

renungan paskah, tentang semut
Ilustrasi
(sumber: www.neoslashott.deviantart.com)


Koloni kami menggunakan tali jemuran sebagai jalur lintas dari sarang menuju sumber makanan. Setiap hari kami harus beberapakali berbaris padat melintasi tali jemuran tersebut.


Pagi hari...
Tali jemuran sudah dipenuhi pakaian lembab yang baru saja dicuci. Beberapa saat yang lalu, seseorang menjajarkannya di situ. Kami berjalan sedikit melambat karena waspada serta kain yang lembab membuat kaki kami terasa lebih berat untuk diangkat, tetapi kami harus mencapai sumber makanan. Urusan perut tidak dapat ditunda.

Siang hari....
Pakaian yang berjajar di tali jemuran sudah kering. Kami sudah mulai terbiasa dengan kehadirannya dan membuat kami kembali berjalan dengan tempo seperti biasanya. Tiba-tiba pakaian yang dijemur itu terangkat satu persatu. Terdengar bunyi keras ketika kain beradu dengan udara. Orang itu mengentak-entakkan setiap pakaian agar semut yang menempel terhempas ke tanah. 

Dan sekarang, aku berada di sini, menempel di pakaian yang terangkat. Pakaian dientakkan dan terdengar suara yang sangat keras. Teman-teman yang lainnya terlempar dari pakaian kemudian terhempas ke tanah. Untunglah bobot yang ringan dan sistem rangka eksoskeleton membuat mereka bisa bertahan. Entakan berhenti dan aku masih menempel di pakaian. Bertumpuk-tumpuk pakaian yang lain menyusul  dan akhirnya entakan itu berhenti.

Gelap...
Aku sudah terbiasa dengan itu, namun tanpa semut-semut yang lain, dan tanpa senyawa jejak yang dapat diikuti, aku kehilangan arah. Aku berjalan tak tentu arah, mencoba mencari jejak yang ditinggalkan semut yang lain. Frustasi, rasanya ingin menyerah. Namun niat bertahan hidup membuatku terus berjalan. Pikiran buruk mulai memunculkan berbagai kemungkinan. Hey! jangan remehkan otak semut.

Lama......akhirnya jejak itu ada. Jejak itu membawaku keluar dari tumpukan pakaian dan sekarang cahaya mulai nampak. Kuikuti terus jejak yang membawaku berjalan berkelok-kelok itu hingga akhirnya kutemui teman-teman yang lain. Kami saling menyapa, mengusapkan antena. Kemudian kelompok kecil kami terus berjalan. Akhirnya kami bergabung kembali ke dalam barisan koloni dan kembali menuju ke sarang. Rutinitas semut dan resikonya berulang kembali.

Manusia! kalian nampaknya memang harus belajar banyak dari kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FOLLOWER

READ MORE